10/02/2013

ceritannya galau :D



Sebuah harapan muncul di waktu yang tepat. Ketika hati ini sudah tidak berani bergantung kepada siapapun. Kau datang menawarkan jutaan warna, menimpa kebiruan yang telah lama aku rasakan. Namun itu semua masih sebatas tawaran kan? atau hanya aku saja yang menganggapnya?

Akal sehat ini bertanya kepada hati, “apa yang paling menyakitkan?” hati menjawab, “ketika aku memilih seseorang, namun orang itu memilih orang lain” akal kembali bertanya, “lalu? Ada lagi kah?” “ada, ketika aku memilih seseorang, namun orang itu memilih orang lain yang menyiakannya”. Aku tidak tahu mana yang salah diantara kita. Aku tidak berani menyimpulkan siapa yang salah berjuang. Aku memang terlalu pengecut. Aku takut hanya mendapatkan kecewa, tapi aku tak mau sia-sia dengan semua perjuanganku untukmu. Kau juga begitu kan? kau tak mau kehilangan aku, namun tak berani melupakan dia. Itu adil untukmu dan dia, namun tidak untukku.
Kita bagai sebuah rantai makanan. Aku hanya menjadi produsen yang menyediakan kasih sayang untuk mu. Yang kau ambil dengan cuma-cuma sementara itu kau sediakan kasih sayang mu untuknya. Kini aku tahu rasanya menjadi penyedia. Namun aku tak sepenuhnya sama dengan produsen. Produsen sangat diperlukan, tanpanya tidak ada kehidupan. Tapi aku? Mungkin tanpa kehadiranku kau justru semakin bahagia. Semakin bisa memberikan kasih mu pada dia. apa aku pergi saja?

Aku bukan seorang yang terbiasa menulis, apalagi menulis tentang perasaanku. Tapi entah mengapa malam ini seolah aku berlagak layaknya pujangga yang tak henti berkarya. Mungkin karena emosi ini rsudah penuh, tak tahu harus kemana ku membuangnya. Aku tak pernah mengira semuanya akan jadi seperti ini. Dulu aku mengenal cinta, tapi tak pernah serumit ini. Apa aku terlalu mengikuti hati? Seolah aku menjadi budak atas rasa sayang ini. Aku juga pernah kecewa bahkan sampai terluka dan aku tak berani mengingatnya lagi. Mengingat sakitnya saja aku pilu, bagaimana jika harus merasakannya lagi. Kini aku ingin menyebrang ke lain pulau, namun tersapu ombak dan terombang-ambing ditengah lautan. Tak bisa kembali dan tak mampu melanjutkan. Hanya dapat menunggu sebuah bantuan sambil merasa kesakitan.

Sakit mungkin akan jadi porsi wajibku kedepan nanti. Kesendirian sudah akrab denganku. Aku pernah sendiri ketika aku belum mengenalmu. Namun kesakitan? Aku tak berani membayangkannya. Aku lelaki yang tak terbiasa menangis, aku lebih senang menahannya dalam batin, menyembunyikan dengan senyuman dan merahasiakannya dengan tawa riang. Tapi akhirnya semua itu kalah dan sakitnya justru semakin menjadi. Aku sering memikirkan caranya agar aku dapat pergi. Namun semua tak semudah teoriku. Teori bodoh yang tercipta dari kesakitan.
Apa aku orang baik? Ya, aku baik. Aku orang yang selalu memberimu perhatian, yang selalu berusaha ada ketika kau membutuhkanku. Namun disisi lain aku orang jahat. Perhatian itu memang tak seharusnya kuberikan padamu. Diluar sana ada yang seharusnya memberikan itu semua kepadamu. Itu memang sistemnya. Aku lah si pelanggar sistem, tak mematuhi aturannya. Wajar jika aku terluka, itu konsekuensinya. Tapi bagaimana tentang semua film yang memberikan akhir bahagia bagi orang-orang yang membangkang? Aku selalu ingin jadi seperti itu. Ingin jadi aktor utama bersamamu. Namun realitanya aku hanya penjadi figurannya.

Kini aku tak berani menghadapi waktu. Terlalu pedih untuk mengetahui masa depan. Apalagi jika menyaksikanmu bahagia bersamanya. Haha aku memang pembangkan yang terlalu pesimis. Pantas saja tak pernah jadi peran utama. Kini aku masih terombang-ambing, berharap ada kapal yang akan membawaku ke pelabuhan, atau jika tidak aku akan mati bersama hiu-hiu yang sedari tadi menatapku kejam.

2 komentar: